Mengenal Jenis Gula Dalam Makanan dan Minuman Pada Anak

Pada saat ini indonesia menghadapi masalah yang cukup serius untuk gizi ganda, yaitu masih adanya masalah gizi kurang terutama yang kronis & akut pada beberapa kelompok masyarakat, serta timbulnya masalah gizi lebih yang merupakan salah satu faktor utama penyakit degeneratif & dapat menjadi ancaman tersembunyi di masa depan. Gizi lebih atau obesitas pada anak semakin meningkat jumlahnya saat ini, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obesitas sendiri adalah banyak mengkonsumsi gula yang terdapat dalam makanan atau minuman. Makanan atau minuman manis saat dikonsumsi, akan diserap dengan cepat ke dalam pembuluh darah, sehingga meningkatkan kadar hormon insulin. Selanjutnya, hormon insulin ini akan bekerja menarik gula dan lemak dari darah untuk disimpan di jaringan sebagai persediaan di masa mendatang. Proses penyimpanan ini jika tidak seimbang dengan pengeluaran energi akan menyebabkan terjadinya kenaikan berat badan yang dapat menjurus menjadi obesitas.

BACA JUGA:  Pemeriksaan Kesehatan Sederhana yang Bisa Anda Lakukan Sendiri di Rumah

Asupan gula tambahan tidak melebihi 10 persen dari total energi yang dikonsumsi untuk menghindari kelebihan energi dalam tubuh anak. Artinya, berdasarkan AKG Indonesia tahun 2004, untuk anak usia 1-3 tahun, tidak disarankan untuk mengkonsumsi lebih dari 25 g gula tambahan/hari (setara dengan 5 sendok teh) dan untuk usia 4-6 tahun tidak melebihi 38 g gula tambahan/hari (setara 8 sendok teh). Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa untuk asupan gula harian (sukrosa, glukosa, fruktosa dan mengenai jenis-jenis gula yang dapat ada dalam makanan/minuman serta kiat-kiat bagi orang tua untuk menghitung asupan gula tambahan pada anak. laktosa) memberikan kontribusi lebih dari 10 persen terhadap total kalori. Asupan gula terbanyak adalah sukrosa sebesar 49,45 g dan terbanyak berasal dari konsumsi susu. Artinya prosentasi ini sudah melebihi batas ambang yang direkomendasikan WHO.